Aku pernah bercerita
kepada angin, bercerita tentangmu sedikit.
Hari
itu angin melihatku, terduduk dalam lamunan, diam dan tenang di sofa teras
rumah. Dengan lembut ia menghampiriku, lalu ia berbisik merdu ditelingaku,
“wahai nona, apa yang sedang kau pikirkan??”
“selalu sama, setiap detik, hanya dirinya.”
Aku
tersenyum.
“mengapa dirinya?”
“entahlah, aku tidak pernah tahu. Aku
tidak pernah meminta. Dia mungkin juga tidak. Mungkin ini rindu yang sering
mereka bicarakan namanya.”
“kalau kau rindu, kenapa kau tidak menghampirinya
saja.”
“wahai angin, kau tau? Aku amat iri kepadamu saat ini. Kau dapat dengan mudah terhembus ke tempatnya kini berada selama kau mau. Kami memang masih dalam satu bumi yang sama. Langit kami juga masih sama. Hanya saja aku berada di bagian bumi jauh lebih barat darinya. Kami terpisah oleh lautan.”
Angin
semakin dekat menghembuskan dirinya untuk membelai tekuk ku. Rambutku melambai
seperti ombak.
“siapakah dia, seperti apa rupanya?? Jelaskan
kepadaku.”
Lantas,
aku menjawab…
“aku tak tau pasti dan tak benar benar ingat dengan jelas setiap centi kulit epidermis di wajahnya. Yang aku ingat, dia memiliki sepasang mata. Bulat, hitam bersinar. Bola matanya hitam legam. Jauh didalamnya ada palung yang sangat dalam, dan aku rela jatuh kedalam tiap kali menatap matanya. Dan mata itu terkadang tidak terlihat bulat lagi, ada kalanya disaat dia tersenyum atau tertawa, bulat itu berubah menjadi selengkung garis yang manis. Bulat itu terlihat sipit, dimana di ujungnya ada kerutan kebahagiaan tiada tara ketika aku menatapnya.”
Aku
berhenti sejenak, ku rapatkan tubuh ini dengan dengkulku. Rasanya angin mulai
duduk didekatku, mendengarkan kata demi kata yang aku uraikan.
“lalu ia mempunyai hidung mancung dan bangir. Hidung itu mengeluarkan nafas yang setiap kali aku harapkan nafas itu hanyalah untuk ku, setelah untuk Tuhan nya. Ia juga memiliki bibir. Hanya bibir biasa. Namun dari bibir ini, terdengar suara yang hampir tiap saat selalu ingin ku dengar bisikannya. Dan terkadang dari bibir itu terlontar kata kata yang dapat membuatku lupa bahwa aku manusia yang tidak dapat terbang. Bibir yang dengan sentuhannya mampu membuat jantungku enggan berdetak, dan berharap waktu dapat berhenti sejenak”.
Angin
seperti ikut tersenyum malu mendengarnya, dengan lembut hembusannya
menerbangkan kembali rambutku seolah-olah sedang menggodaku. Lalu ia berbisik
kembali,
“sepertinya ia sangat istimewa dan hangat. Bisa
kah kau menjelaskan lebih detail sosoknya nona?? Aku ingin menghampirinya esok
untuk menggodanya”.
Pipiku
merona merah jambu. Ku selipkan rambutku di balik telinga. Sembari semakin
medekap tubuhku sendiri.
“Kau benar... dia memang amat istimewa tapi jangan kau goda dirinya. Cukup temani dia saja. Temani dirinya dikala sore senja, temani ia seperti kau menemaniku kini, serta bisikkan dengan lembut di telinganya aku disini baik baik saja menantinya. Belai tekuknya dengan lembut, selembut rindunya membungkus tubuhku saat ini.”
“baiklah nona akan aku pertimbangkan, ayo ceritakan
lagi kepadaku tentang dirinya. Aku ingin mendengar lebih banyak.”
Akupun
bercerita kembali,
“tubuhnya besar dan tegas. Berada di dekatnya, aku merasa berada di pelukan ayah. Nyaman dan hangat. Bagiku, aroma ketenangan nomer dua adalah aroma tubuhnya selain aroma tubuh ibuku. Jari-jemari dan telapak tangannya, sepertinya lembut dan juga hangat. Entahlah aku belum pernah di genggamnya. Hanya saja aku pernah sedikit menyetuhnya. Mungkin aku akan digenggamnya nanti, di ribuan detik akan datang ketika tepat masanya, setelah dia telah mantab mengikrarkan janji di jari manis tanganku. Ia juga mempunyai sepasang kaki. Kaki dan langkahnya yang ingin selalu aku ikuti. Kaki dan langkahnya yang aku yakini dapat membimbingku lebih mengenal indahnya anugrah Tuhan. Langkah kaki, yang aku yakin ia dapat menunjukkan aku surga dunia serta surga akhirat kelak.”
Aku
diam sejenak. Mataku menerawang jauh kedepan. Perlahan seperti melihat
bayanganmu tersenyum. Angin juga tidak bersuara lagi. Dia juga tidak membelai
rambutku. Mungkin angin sudah pergi. Mungkin angin bosan mendengarkan alunan
rinduku.
“wahai angin, masih kah kau disini
menemaniku?”
“ya.
Aku tepat berada di sela sela nafasmu nona. Aku masih disini.”
“lantas, mengapa kau diam?”
“aku bukan diam, aku hanya tidak ingin membuatmu
semakin berselimut rindu oleh hembusan ku, nona.”
Aku
tertegun. Ku lepaskan lututku dalam dekapan. Ku silangkan dengan hangat
tanganku di dada. Ku sadarkan perlahan tubuhku di dinding sofa. Aku menghela
nafas sedikit sembari menghirup kembali aroma aroma hembusan lembut angin yang
menemaniku sore ini.
“kau tak perlu merasa sungkan. Ini bukan rindu yang menyayat hati. Bukan pula rindu yang tak bertuan. Kau tau persis rinduku untuk dirinya. Jika kau tak keberatan, hampirilah dirinya disana. Sampaikan selimut rinduku ini kepadanya. Hangati dirinya. Katakan padanya untuk segera menuju rumahnya, yaitu aku.”
Angin
tak bersuara lagi, ia hanya membelai tekuk ku. Kali ini tidak dingin. Melainkan
hangat. Rambutku kembali terayun ayun bagai ombak. Mungkin angin ini sedang
menuju mu. Angin yang mungkin akan menemanimu esok hari. Sumpah aku benar benar
iri.
--FIN—
Medan,
23 September 2012
Slots by Pragmatic Play - Mapyro
BalasHapusCheck out 하남 출장마사지 our selection of slot machines by Pragmatic Play, including Play 88.3% RTP, 서울특별 출장마사지 Symbols with Free 거제 출장안마 Spins, Scatter Symbol, Free 창원 출장안마 Spins, 안성 출장안마 Scatter Symbols with